Kamis, 09 Desember 2010

BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN
           
            Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Dalam bahasa Inggris, rumput laut diartikan sebagai seaweed. Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Rumput laut alam biasanya dapat hidup di atas substrat pasir dan karang mati. Beberapa daerah pantai di bagian selatan Jawa dan pantai barat Sumatera, rumput laut banyak ditemui hidup di atas karang-karang terjal yang melindungi pantai dari deburan ombak. Di pantai selatan Jawa Barat dan Banten misalnya, rumput laut dapat ditemui di sekitar pantai Santolo dan Sayang Heulang di Kabupaten Garut atau di daerah Ujung Kulon Kabupaten Pandeglang. Sementara di daerah pantai barat Sumatera, rumput laut dapat ditemui di pesisir barat Provinsi Lampung sampai pesisir Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam (DKP, 2003).
            Selain hidup bebas di alam, beberapa jenis rumput laut juga banyak dibudidayakan oleh sebagian masyarakat pesisir Indonesia. Sebagai komoditas andalan ekspor hasil perikanan budidaya, rumput laut mengandung senyawa polisakarida, seperti keraginan yang berasal dari Eucheuma spp, agar-agar yang berasal dari Gracilaria, Gelidium, dan alginat dari Sargassum, Turbinaria, dan laminaria.  Perairan Indonesia memiliki kekayaan berbagai jenis rumput laut, Ekspedisi Sibolga pada tahun 1928--1929 melaporkan ada 555 jenis rumput laut (van Bosse, 1928 dalam Sulitijo, 1985). Dari jenis-jenis tersebut yang mempunyai nilai ekonomis sebagai komoditi perdagangan adalah kelompok penghasil agar-agar (Gracilaria, Gelidium, Gelidiella dan Gelidiopsis) dan kelompok penghasil karaginan (Eucheuma dan Hypnea). Rumput laut marga Gracilaria dan Eucheuma mempunyai potensi untuk dibudidayakan. Percobaan-percobaan budidaya Eucheuma dan Gracilaria telah dilakukan oleh Lembaga Oseanologi Nasional - LIPI, Balai Penelitian Perikanan Laut Litbangkan, Dinas-dinas Perikanan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (Sulitijo, 1985).
            Beberapa daerah dan pulau di Indonesia yang masyarakat pesisirnya banyak melakukan usaha budidaya rumput laut ini diantaranya berada di wilayah pesisir Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Lombok, Sulawesi, Maluku dan Papua. Budidaya laut di Maluku  telah dikembangkan sejak tahun 1980-an yaitu budidaya  mutiara  dan ikan  hias, sedangkan budidaya rumput laut baru dikembangkan sekitar tahun 1994 dengan  sekitar 100 petani yang menjalin pola kemitraan dengan  perusahan asing.  (Dinas Perikanan  Propinsi Maluku, 1998 dalam Putinella, 2001). Meningkatnya minat petani untuk melakukan  budidaya rumput laut disebabkan murahnya  biaya yang dikeluarkan dan teknologi yang digunakan relatif sederhana.
            Rumput laut merupakan salah satu komoditas yang relatif mudah dibudidayakan dengan biaya yang relatif murah dan memiliki nilai ekonomis. Rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, bahan baku industri obat-obatan, tekstil, kosmetik dan lainnya. Rumput laut merupakan salah satu komoditas pilihan dalam program intensifikasi budidaya ikan. Untuk mengoptimalkan pengembangan rumput laut maka perlu diperhatikan teknologi yang diterapkan.

B. BUDIDAYA DAN MANFAAT RUMPUT LAUT

       Budidaya laut (mariculture) bertujuan untuk meningkatkan biomassa lapangan per area substrat dibawah kondisi  terkontrol atau semi kontrol. Lebih jauh, usaha budidaya laut mempunyai dua jalur, yaitu; budidaya makroalga untuk komersial secara langsung dan budidaya planktonik alga yang digunakan sebagai makanan  herbivora (udang dan kerang-kerangan)  (Chapman and Chapman, 1980 dalam Putinella, 2001). Budidaya dapat melestarikan dan meningkatkan produksi rumput laut (Papalia, 1990 dalam Putinella, 2001)
       Committee for Marine Aquaculture  USA  (1992) dalam laporannya menjelaskan bahwa budidaya rumput laut telah dikembangkan secara komersial di Cina, Jepang, Taiwan, Korea, Filipina, dan Indonesia. Rumput laut ini digunakan sebagai bahan  makanan, ekstraksi agar- polisakarida, asam algenik  dan karaginan (Putinella, 2001).
       Usaha budidaya rumput laut di perairan pantai Bali telah berkembang sejak tahun 1984, namun sebetulnya telah diperkembangkan sejak  1979. Daerah –daerah utama penghasil rumput laut di Bali antra lain; Nusa Lembong, Nusa Cemingas, Nusa Penida, dan Nusa Dua (Noor, 1990).
       Jenis alga merah banyak digunakan  sebagai obat tradisional di Cina. Analisa kimia  menunjukan  bahwa alga tersebut mengandung senyawa terpenoid, asetogenik maupun senyawa aromatik.  Umumnya senyawa yang ditemukan pada alaga merah bersifat anti mikroba, anti inflamasi, anti virus  dan bersifat sitoksis (Simanjuntak, 1995). 

C. Pemilihan Lokasi

 

            Pemilihan lokasi budidaya rumput laut merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan. Pilihlah lokasi pesisir pantai yang tidak tercemar  sampah industri, limbah rumah tangga dan lainnya yang dapat meningkatkan kekeruhan air, karena kondisi tersebut dikhawatirkan dapat menurunkan kualitas air laut, yang pada akhirnya akan menurunkan daya dukung lingkungan terhadap perkembangan rumput laut yang dikembangkan. Berikut adalah beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk penentuan lokasi budidaya rumput laut.
1. Faktor Resiko
  • Lokasi terlindung, biasanya terdapat pada perairan teluk
  • Lokasi aman dari pencurian dan konflik kepentingan
2. Faktor Kemudahan
  • Sarana transportasi
  • Sarana budidaya
  • Pemasaran hasil panen
3. Faktor Ekologis
  • Arus : 20 - 40 cm/detik, suhu 20 - 28O Celcius, indikator lokasi yang memiliki arus yang baik biasanya ditumbuhi karang lunak dan padang lamun.
  • Dasar Perairan : pecahan karang dan pasir kasar
  • Kedalaman air : 30 - 60 cm saat turun terendah
  • Salinitas : bersifat stenohalin antara 28 - 35 ppt, dengan nilai optimum 33 ppt
  • Kecerahan perairan ideal 1 meter
  • Pencemaran : lokasi terhindar dari limbah
  • Ketersediaan bibit : dilokasi terdapat stock bibit
  • Tenaga kerja : berdomosili disekitar lokasi budidaya
(DKP, 2003)
            Faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam memilih lokasi adalah, sebaiknya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal, supaya mudah melakukan pengawasan. Lokasi juga  harus  ada sarana jalan untuk pengangkutan bahan, sarana budidaya bibit, tempat penjemuran dan mudah dalam pemasaran hasil (FAO Indonesia, ?).

D. PENGADAAN BIBIT

            Untuk mendapatkan hasil panen yang baik diperlukan penggunaan bibit rumput laut yang berkualitas unggul. Kriteria bibit unggul yang digunakan adalah sebagai berikut:
  • Bercabang banyak, rimbun dan runcing
  • Bibit harus baru, cerah dan masih muda
  • Thallus tidak berlendir serta rusak / patah-patah
  • Tidak bercak dan terkelupas, tidak berbau busuk
  • Umur 25 - 35 hari
  • Pengangkutan bibit harus hati-hati, tetap basah/terendam air laut
  • Bibit harus terlindung dari minyak, kehujanan dan kekeringan dalam penyimpanan
  • Berat bibit yang ditanam antara 50 - 100 gram per rumpun
  • Tidak ada bagian thallus yang transparan tidak berpigmen
  • Tidak terkena penyakit ice-ice
(DKP, 2003)

E. Metode Budidaya

              Sunarto (1995) (dalam Putinella, 2001) dan (FAO Indonesia, ?), menjelaskan bahwa terdapat 3 (tiga) macam metode budidaya rumput laut yang saat ini dikembangkan, yaitu :
·         Metode Lepas Dasar. Metode lepas dasar menggunakan patok-patok dari kayu yang ditancapkan dan tali-tali yang dibentangkan antara patok tersebut. Metode tersebut sesuai dan mudah pada kedalaman 1,0 – 2,5 meter, sesuai tetapi sulit pada kedalaman 2,5 – 5,0 meter, dan hanya untuk penyimpanan bibit pada kedalaman   > 5,0 meter. Substrat yang baik adalah rataan karang atau pasir  dan pasir dengan hancuran karang. 
Gambar 1. budidaya rumput laut metode lepas dasar
[ Sumber: FAO indonesia: ?]

·         Metode Rakit Apung. Metode rakit apung cocok dilakukan pada perairan berkarang, karena pergerakan air didominasi ombak, sehingga penanamannya dengan menggunakan rakit bambu/kayu. Metode ini sesuai dan mudah pada kedalaman  1,0 – 2,5 meter. (Gambar 2).
Gambar 2. budidaya rumput laut metode rakit apung
[ Sumber: FAO indonesia: ?]

·         Metode Long Line. Metode ini menggunakan tali panjang 50 – 100 meter yang dibentangkan, dan pada kedua ujungnya diberi jangkar serta pelampung besar. Setiap 25 meter diberi pelampung utama terbuat dari drum plastik. Metode tersebut cocok pada daerah perairan yang dalam dengan ombak yang tidak begitu kuat atau daerah terlindung (Gambar 3).
 Gambar 3. budidaya rumput laut metode long line
[ Sumber: FAO indonesia: ?]

F. Perawatan rumput laut

Hal-hal yang harus dilakukan dalam perawatan adalah :
1.    Bersihkan tanaman dari tumbuhan dan lumpur yang mengganggu, sehingga tidak menghalangi tanaman dari sinar matahari dan mendapatkan makanan.
2.    Jika ada sampah yang menempel, angkat tali perlahan, agar sampah-sampah yang menyangkut bisa larut kembali.
3.   Jika ada tali bentangan yang lepas ikatannya, sudah lapuk atau putus,  segera diperbaiki dengan cara megencangkan ikatan atau mengganti dengan tali baru.
4.  Waspadai penyakit ice-ice, yaitu adanya tanda bercak-bercak putih pada rumput laut. Jika ada tanda tersebut, tanaman harus dibuang, karena dapat menularkan penyakit pada tanaman lainnya. Kalau dibiarkan, tanaman akan kehilangan warna sampai menjadi putih dan akhirnya mudah putus.
5.   Untuk menghindari penyakit ice-ice, lakukan monitoring terhadap setiap tanaman, sehingga jika ada tanaman memutih bisa dilakukan pemotongan. Cara lain menghindari penyakit ice-ice adalah dengan menurunkan posisi tanaman lebih dalam untuk mengurangi panetrasi banyaknya sinar matahari, karena penyakit ini biasanya terjadi pada daerah pertanaman yang terlalu tinggi dengan permukaan air. Karena itu disarankan agar tanaman berada 1 meter dibawah permukaan air.
6.  Hama rumput laut yang harus diwaspadai antara lain adalah : (a). Larva bulu babi (Tripneustes sp) bersifat planktonik yang melayang-layang di dalam air, lalu menempel pada tanaman.  (b). Teripang (Holothuria sp) mula-mula menempel dan menetap pada rumput laut, lalu membesar dan dapat memakan rumput laut dengan menyisipkan ujung cabang rumput laut ke dalam mulut.
Walaupun hama tersebut pengaruhnya kecil menyerang pada areal budidaya yang cukup luas, namun tetap perlu diwaspadai. Untuk menghindarinya, bisa dilakukan pemasangan jaring pada keliling areal tanaman.
(FAO Indonesia, ?).

G.  Pemanenan

            Pemanenan rumput laut sangat tergantung dari tujuannya. Jika tujuan memanen untuk mendapatkan bibit, pemanenan dilakukan pada umur 25 – 35 hari. Kalau  ingin mendapatkan kualitas tinggi dengan kandungan Karaginan banyak,  panen  dilakukan pada umur 45 hari (umur ideal).
Pemanenan rumput laut dapat dilakukan dengan dua cara :
·         Pertama memotong sebagian tanaman. Cara ini bisa menghemat tali pengikat bibit, namun perlu waktu lama. Disisi lain, sisa-sisa tanaman rumput laut yang tidak ikut dipanen pertumbuhannya lambat, sehingga kualitasnya rendah.
·         Kedua, mengangkat seluruh tanaman. Cara ini memerlukan waktu kerja yang singkat. Pelepasan tanaman dari tali dilakukan di darat dengan cara memotong tali. Kelebihan cara ini adalah, dapat melakukan penanaman kembali dari bibit-bibit rumput laut yang masih muda dengan laju pertumbuhan tinggi.
(FAO Indonesia, ?).

H. Pasca Panen

 

            Mengingat mutu rumput laut kering bernilai lebih tinggi dibanding yang basah, perlakuan pasca panen sangat menentukan harga rumput laut. Untuk itu, setelah panen dilakukan, segera dikeringkan langsung dibawah terik sinar matahari dengan meletakkan rumput laut pada para-para atau dialas, sehingga tidak tercampur pasir, tanah dan benda lainnya. Sambil dilakukan penjemuran, lakukan sortasi dengan cara mengambil benda-benda asing seperti batu, sampah dan lainnya. Jika cuaca baik, dalam waktu 3-4 hari rumput laut sudah kering yang ditandai dengan warna ungu keputihan dilapisi kristal garam dan alot untuk dipatah. Untuk mendapatkan rumput laut berkualitas dan dihargai tinggi, lakukan pengayakan untuk memisahkan pasir dan garam yang terdapat pada rumput laut.
(FAO Indonesia, ?).



DAFTAR PUSTAKA


DKP. 2003. Budidaya rumput laut (Eucheuma colonii) metode rakit apung. 28 juni. 3 hlm. http://www.dkp.go.id/content.php?c=1305. 12 November 2007. pk. 13.32
FAO Indonesia, ?. Budidaya Rumput Laut dengan Metode Lepas Dasar   Sebagai Pekerjaan Sambilan Nelayan yang Menguntungkan (Jeneponto, Sulawesi Selatan). ?. 5 hlm. http://www.fao.org/spfs/indonesia/index_en.asp. 30 November 2007. pk.13.54
Noor, Z., 1990. Sistem Tanam dan Kualitas Rumput Laut. Buku Panduan dan kumpulan  Abstrak Seminar Ilmiah Nasional Lustrum VII Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta , 20-21 September 1990.
Putinella, J.D. 2001. Evaluasi  lingkungan  budidaya  rumput  laut   di  teluk bagula, maluku. Usulan Penelitian Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta: 27 hlm. 
Simanjuntak, P., 1995. Senyawa Bioaktif dari Alga. Hayati, Jurnal Biosains. Penerbit  Jurusan Biologi FMMIPA, IPB, Bogor.
Sulitijo, 1985. Budidaya Rumput Laut. SEAFARMING WORKSHOP REPORT    BANDAR LAMPUNG 28 OCTOBER - 1 NOVEMBER 1985 PART II -TECHNICAL REPORT. Bandar Lampung: 4 hlm.

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar